Rabu, 26 Juni 2013

Jenis Bunyi Beep Pada Kerusakan Komputer



JENIS BUNYI BEEP PADA KERUSAKAN KOMPUTER 

Pada saat komputer dinyalakan, kita dapat mengenali komputer kita dalam keadaan baik atau mengalami kerusakan dengan melalui bunyi beep yang pada speaker mainboard. Dengan mengenal bunyi beep pada tiap motherboard kita dapat mengetahui kerusakan atau masalah pada motherboard kita.

  • Mainboard dengan BIOS Award dan BIOS Phoenix :
Bunyi beep pendek 1 kali : Sistem Normal. 
Bunyi beep pendek 2 kali : Kerusakan/kesalahan pada CMOS. 
Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 1 kali : Kerusakan/kesalahan pada DRAM/ram atau terjadi short ram.
Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 2 kali : Kerusakan/kesalahan pada VGA Card/sering terjadi bila menggunakan vga onboard.
Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 3 kali : Kerusakan/kesalahan pada keyboard atau pada VGA Card,sering ditandai dengan tidak menyalanya lampu led pada keyboard.
Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 9 kali : Kerusakan/kesalahan pada ROM
Bunyi beep panjang berkali-kali : Kerusakan/kesalahan Pada DRAM, DRAM tidak terpasang dengan benar, atau DRAM tidak kompatibel dengan mainboard,perhatikan pci pada DRAM yang di pasang
Bunyi beep pendek berkali-kali : Tenaga pada power supply tidak cukup, segera ganti power supply atau periksa kabel-kabel power supply.


  • Mainboard dengan BIOS AMI :
Tidak ada bunyi beep : Kerusakan/kesalahan pada mainboard, powersupply, atau speaker internal.
Bunyi beep pendek 1 kali : Sistem normal.
Bunyi beep pendek 2 kali : Kerusakan/kesalahan pada DRAM.
Bunyi beep pendek 3 kali : Kerusakan/kesalahan yang sama dengan bunyi bip pendek 2 kali.
Bunyi beep pendek 4 kali : Kesalahan tanggal dan waktu pada sistem.
Bunyi beep pendek 5 kali : Kerusakan pada prosesor/mainboard.
Bunyi beep pendek 6 kali : Kerusakan/kesalahan pada keyboard.
Bunyi beep pendek 7 kali : Kerusakan/kesalahan yang sama dengan bunyi bip pendek 5 kali.
Bunyi beep pendek 8 kali : Kerusakan/kesalahan pada VGA.
Bunyi beep pendek 9 kali : Kesalahan pada saat checksum rom.
Bunyi beep pendek 10 kali : Kerusakan/kesalahan pada CMOS.
Bunyi beep pendek 11 kali : Kerusakan/kesalahan pada Cache Memory.Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 3 kali : Kesalahan pada saat memory test.
Bunyi beep panjang 1 kali dan pendek 8 kali : Kesalah pada saat pengecekan VGA.
Dan dibawah ini ada sedikit arti sebuah suara bip, yang menandakan adanya kesalahan/kegagalan di salah satu komponen komputer anda.

  • Tipe AMI BIOS :
1x suara BEEP panjang
Ada kemungkinan RAM mati atau terpasang tidak benar, sehingga menyebabkan kegagalan refresh DRAM.
2x Kegagalan rangkaian parity. Pada saat data yang ditransmisikan dalam komputer, biasanya ditambahkan parity bit yang berfungsi untuk mendeteksi error. Pekerjaan ini dilakukan rangkaian parity yang terdapat dalam komputer. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya masalah pada memori atau mainboard.
3x Kegagalan base memori 64K, kegagalan ini biasanya disebabkan slot memori yang dikelompokkan dalam modul yang memiliki chip rusak. Base memori 64K adalah 64 KB memori yang pertama pada RAM.
4x Kegagalan sistem timer, kemungkinan terdapat kesalahan pada satu atau lebih timer yang digunakan untuk mengontrol fungsi-fungsi pada motherboard.
5x Kegagalan processor, dapat disebabkan panas berlebih, atau karena proses tidak terpasang benar kedalam socketnya.6x Kegagalan keyboar controller/gate A20, keyboard controller adalah chip pada motherboard yang mengendalikan keyboard anda
7x kesalahan pembacaan processor kemungkinan adanya kerusakan pada processor
8x kesalahan baca/tulis memory display
9x Kerusakan BIOS
10x Kesalahan CMOS
11x Kerusakan cache memori

  • Semua type Motherboard
1. kalau ada Bunyi Beeb pendek 1 x , itu tandanya komputer baik-baik saja
2.kalau bunyi Beep… panjang 1x, masalah pada Hardisk.
3. Beep.. panjang 1x trus Beeb pndek 1x, Motherboardnya bermasalah.
4.Beeb.. panjang 1x terus Beeb pendek 2x, VGAnya bermasalah.
5. Beep Panjang 3x, Keyboardnya error
6.Beep, Beep (pendek) terus2an, coba periksa Power supplynya
7.Beep… Panjang terus2an, berarti ada masalah pada Memorinya.

Minggu, 16 Juni 2013

PENDIDIKAN INKLUSI

PENDIDIKAN INKLUSI
(Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)

PENDAHULUAN - BAB I
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
2. Tujuan
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
3. Manfaat Sekolah Inklusi

Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan perbaikan dalam berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek social dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian. Disamping itu bukti lain yang ada mereka yang tanpa berkebutuhan khusus memiliki prestasi yag baik tanpa merasa terganggu sedikitpun
4. Rumusan Masalah.
Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi (inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. Undang – undang tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun konon telah dilakukan.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah :
1. Sejauh mana keseriusan pemerintah untuk mendorong terlaksananya sistem pendidikan inklusi bagi kelompok difabel?
2. Bagaimanakah kurikulum yang dipakai dalam pendidikan inklusi?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gagagasan pendidikan inklusi
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
2.2. Landasan Hukum
2.2.1. Landasan Spiritual

a. Surat An Nisa ayat 9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
b. Surat Az Zuhruf ayat 32
“Allah telah menentukan diantara manusia penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Allah telah meninggikan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat saling mengambil manfaat(membutuhkan)”.
2.2.2. Landasan Yuridis
a. Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989.
b. Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
c. Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
d. UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
e. UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
f. PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
g. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
Kalau kita cermati lebih teliti, landasa spiritual maupun landasan yuridis tersebut telah memberikan dasar hukum yang jelas tentang bagaiman penyelenggaraan pendidikan inklusi yang memang merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.
2.3. Implementasi Di Lapangan
Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat).
Disamping pendidikan atau sekolah reguler, pemerintah dan badan-badan swasta menyelenggarakan pendidikan atau sekolah khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk melayani beberapa jenis kecacatan. Tidak seperti sekolah reguler yang tersebar luas baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar berlokasi di perkotaan dan sebagian kecil sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang cacat anak untuk menjangkau SLB atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan biaya cukup tinggi yang tidak terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan. Ini pula masalah yang dapat diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi, di samping memecahkan masalah golongan penyandang cacat yang merata karena diskriminasi sosial, karena dari sejak dini tidak bersama, berorientasi dengan yang lain.
Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah inklusi seperti di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah Gunung Kidul dan di Provinsi daerah Khusus Ibukota Jogyakarta dengan 35 sekolah. Pada sekolah sekolah reguler yang dijadikan perintis itu memang diuntukkan anak-anak lambat belajar dan anak-anak sulit belajar sehingga perlu mendapat pelayanan khusus. Karena masih dalam tahap rintisan sampai sekarang belum ada informasi yang berarti dari sekolah-sekolah tersebut.
Menurut Prof. Dr. Fawzie Aswin Hadi (Universitas Negeri Jakarta) mengisahkan sekolah Inklusi (SD. Muhamadiyah di Gunung Kidul) sekolah ini punya murid 120 anak, 2 anak laki-laki diantaranya adalah Tuna Grahita, dua anak ini dimasukan oleh kedua ibunya ke kelas I karena mau masuk SLBC lokasinya jauh dari tempat tinggalnya yang di pegunungan. Keluarga ini tergolong keluarga miskin oleh sebab itu mereka memasukkan anak-anaknya ke SD. Muhamadiyah. Perasaan mereka sangat bahagia dan bangga bahwa kenyataannya anak mereka diterima sekolah. Satu anak tampak berdiam diri dan cuek, sedang satu lagi tampak ceria dan gembira, bahkan ia menyukai tari dan suka musik, juga ia ramah dan bermain dengan teman sekolahnya yang tidak cacat. Gurunya menyukai mereka, mengajar dan mendidik mereka dengan mengunakan modifikasi kurikulum untuk matematika dan mata pelajaran lainnya, evaluasi disesuaikan dengan kemampuan mereka. Hal yang sangat penting disini yang berkaitan dengan guru adalah anak Tuna Grahita dapat menyesuaikan diri dengan baik, bahagia dan senang di sekolah. Ini merupakan potret anak Tuna Grahita di tengah-tengah teman sekelas yang sedang belajar.
Di Indonesia telah dilakukan Uji coba dibeberapa daerah sejak tahun 2001, secara formal pendidikan inklusi dideklarasikan di Bandung tahun 2004 dengan beberapa sekolah reguler yang mempersiapkan diri untuk implementasi pendidikan inklusi. Awal tahun 2006 ini tidak ada tanda-tanda untuk itu, informasi tentang pendidikan inklusi tidak muncul kepada publik, isu ini tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional sekolah, sistem SKS SMA dan lain-lain.
II. PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Lingkup Pengembangan Kurikulum
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
1. alokasi waktu,
2. isi/materi kurikulum,
3. proses belajar-mengajar,
4. sarana prasarana,
5. lingkungan belajar, dan
6. pengelolaan kelas.
B. Pengembang Kurikulum
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
C. Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:
1. Modifikasi alokasi waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa.
Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.
2. Modifikasi isi/materi
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
* Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
3. Modifikasi proses belajar-mengajar
* Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;
* Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak;
* Lebih terbuka (divergent);
* Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.
* Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang juara”!
Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois.
Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik.
Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.
* Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kendala / Kelemahan
Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.
Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para guru yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Di satu sisi para guru harus berjuang keras memenuhi tuntutan hati nuraninya untuk mencerdaskan seluruh siswanya, sementara di sisi lain para guru tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang difabel. Alih – alih situasi kelas yang seperti ini bukannya menciptakan sistem belajar yang inklusi, justeru menciptakan kondisi eksklusifisme bagi siswa difabel dalam lingkungan kelas reguler. Jelas ini menjadi dilema tersendiri bagi para guru yang di dalam kelasnya ada siswa difabel.
3.2. Solusi
Jika pemerintah memang serius dalam melaksanakan program pendidikan inklusi, maka yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan – tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari sosialisasi hingga evaluasi pelaksanaannya. Namun yang lebih penting dan secara langsung dapat dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan (cooperative learning). Cooperative Learning akan mengajarkan para siswa untuk dapat saling memahami (mutual understanding) kekurangan masing – masing temannya dan peduli (care) terhadap kelemahan yang dimiliki teman sekelasnya. Dengan demikian maka sistem belajar ini akan menggeser sistem belajar persaingan (competitive learning) yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan kita. Dalam waktu yang bersamaan competitive learning dapat menjadi solusi efektif bagi persoalan yang dihadapi oleh para guru dalam menjalankan pendidikan inklusi. Pada akhirnya suasana belajar cooperative ini diharapkan bukan hanya menciptakan kecerdasan otak secara individual, namun juga mengasah kecerdasan dan kepekaan sosial para siswa.
3.3 Hasil Pendidikan Inklusi
Menurut Staub dan Peck (1994/1995) ada lima manfaat atau kelebihan program inklusi yaitu:
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non ABK di sekolah menengah, hilangnya rasa takut pada anak berkebutuhan khusus akibat sering berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus.
2. Anak non ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah memahami kebutuhan individu teman ABK.
3. Banyak anak non ABK yang mengakui peningkatan selfesteem sebagai akibat pergaulannya dengan ABK, yaitu dapat meningkatkan status mereka di kelas dan di sekolah.
4. Anak non ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral pribadi dan prinsip-prinsip etika.
5. Anak non ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka merasa bahagia bersahabat dengan ABK
Dengan demikian orang tua murid tidak lagi khawatir bahwa pendidikan inklusi dapat merugikan pendidikan anaknya justru malah akan menguntungkan.
Intelligence Quotient (IQ) yang hampir seratus tahun lalu diperkenalkan oleh William Stern tlah menyita perhatian yan tidak kecil. Bangunan-bangunan utama kecerdasan ditakar dalam skor-skor tertentu. Takaran IQ bahkan menjadi momok bagi siswa tertentu ketika ia harus memilih mau menjadi apa dia kelak. Yang lebih tragis, takaran IQ telah menghilangkan kesempatan berkembang bagi mereka yang memiliki IQ rendah, tetapi dengan kecerdasan lain yang dominan.
Intelligence Quotient (IQ), menurut Daniel Goleman, hanya menyumbang sekitar 5-10 persen bagi kesuksesan hidup. Sisanya adalah kombinasi beragam factor yang salah satunya adalah kecerdasan Emosi (Gramedia, 1996). Intelligence Quotient (IQ), menurut Paul Scoltz, hanya bagian kecil dari pohon kesuksesan dalam semua hal. Scoltz yang menulis buku Adversity Quotient (Gramedia, 2000), menyebut kinerja, bakat dan kemauan,karakter, kesehatan, kecerdasan, faktor genetik, pendidikan, dan keyakinan sebagai kunci-kunci kesuksesan manusia.
Menurut Howard Gardner, ahli pendidikan dengan memperkenalkan teori Multiple Intelligence (MI, atau kecerdasan majemuk), mempertegas bahwa kesuksesan tidak dapat hanya diukur dengan kecerdasan intelektual. Tujuh jenis kecerdasan itu adalah linguistic, matematika, spasial, kinestetis, musik, antar pribadi, dan inter pribadi. Tujuh potensi kecerdasan dengan kadar berbeda-beda ada pada setiap orang. Ketujuh kecerdasan majemuk itu bukan bagian-bagian jyang terpisah dari kecerdasan manusia. semuanya terintegrasi dan saling terkait satu sama lain. Jelasnya setiap orang memiliki tujuh jenis kecerdasan itu. Masalahnya, pendidikan kita cenderung mengoptimalkan satu atau dua kecerdasan saja. Oleh Karena itu, tugas paling berat adalah optimalisasi tujuh kecerdasan itu. Ini artinya, optimalisasi seluruh otak!.
Kesuksesan harus dipandang sebagai pemakaian otak secara utuh (whole brain), Jika selama ini otak belum dipakai secara utuh, namun yang patut disyukuri adalah adanya dukungan ilmiah bahwa otak manusia berperan penting dalam kecerdasan dan kesuksesan. bahkan ahli saraf terkenal dari Universitas Indonesia, Prof. Sidiarto Kusumoputro, mengembangkan pelatihan otak yang didasari pada temuan-temuan spektakuler neurosains tersebut. Pelatihan KISS ME (Kreatifitas, Imajinasi, Sosialisasi, Spiritual, Musik, dan Emosi),Neurobics, dan Brain Gym adalah pelatihan untuk optimalisasi otak.
Hal tersebut diatas membuktikan bahwa kekuatan terbesar manusia bukan terletak pada bagian luar tubuh manusia. kekuatan ada pada diri manusia. problemnya, manusia kurang begitu mengenal dirinya. Socrates benar ketika ia menyatakan bahwa masalah mendasar manusia adalah `pengenalan diri`, “Gnothi Teauton”kata Socrates. ‘kenalilah dirimu!”
Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasn majemuk merupakan kunci-kunci kesuksesan yang betul-betul mengorek hingga ke dasar-dasarnya kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Namun, perlu diperhatikan secara jelas bahwa ketiga konsep itu memiliki kelemahan yang sangat signifikan dalam mengaktualkan potensi dasar otak manusia.

Ukuran IQ memiliki kelemahan dala hal pemberian peluang bagi nuansa-nuansa emosional, seperti empati, motivasi diri, pengendalian diri, dan kerja sama social. Sementara itu, kecerdasan majemuk (MI) lebih menonjolkan aspek kognitif, sekalipun musik, olah raga, dan hubungan antar pribadi dipandang sebagai kecerdasan jenis tersendiri. EQ, sebagaimana juga ditemui pada konsep IQ dan MI, sama sekali menepiskan peranan aspek spiritual yang mendorong kesuksesan. Ketulusan, integritas, tanpa pamrih, `ngalap barokah`, rendah hati, dan orientasi kebajikan social adalah beberapa hal penting dari kehidupan spiritual yang memberi kepuasan total bila seseorang sukses. Aspek-aspek spiritual itu tidak hanya membuat seseorang sukses, tetapi juga BAHAGIA.  salam `sisifus bahagia`


Selasa, 04 Juni 2013

CARA MENGATASI KOMPUTER NYALA SEBENTAR LALU MATI LAGI

Kalau kebetulan komputer agan nggak mau running padahal lampu indikator masih nyala, atau mungkin mati total, atau sempet nyala bentar tapi gak sempet ngapa2in udah mati lagi, coba simak artikel berikut siapa tau ketemu masalahnya gan . .

Periksa Heatsink Fan Secara Berkala



AstroDigi.com | Beberapa waktu belakangan ini beberapa rekan dekat mengalami kerusakan pada komputernya, secara kebetulan hampir semuanya punya masalah kerusakan yang sama pada komputernya. Yaitu komputernya mati total, dan ada juga yang sempat nyala sebentar tapi kemudian mati, sebelum sempat masuk kedalam sistem.



Saat saya membantu untuk memeriksa saya temui bahwa kerusakan diakibatkan akibat matinya Heatsink Fan (kipas pendingin, yang menempel pada pendingin prosesor). Perlu diketahui sejak Pentium I, panas prosesor dengan kecepatan kerja diatas 100Mhz, tergolong cukup tinggi, itulah sebabnya sejak era Pentium, pendingin prosesor mulai dilengkapi dengan kipas.



Berbeda dengan prosesor selevel 486 kebawah, kipas pendingin mutlak diperlukan, karena apabila kipas mati maka pendinginan yang didapat dari aluminium pendingin tidak cukup untuk menurunkan panas prosesor.
Pada Pentium I/II biasanya, komputer akan Freeze/Hang bila kipas mati. Tapi pada Pentium III/IV, biasanya prosesor akan rusak terbakar bila kipas mati dan komputer tidak segera dimatikan.

Berikut ini beberapa tips untuk menghindari kerusakan akibat Overheating (panas berlebihan):

Pertama:
Pilih kipas kualitas baik, tidak perlu mahal, tetapi lihat bahan yang dipakai, dan kualitas pengerjaannya. Kipas yang baik biasanya dikerjakan oleh mesin yang baik sehingga hasilnya cukup halus, baling-balingnya dapat berputar dengan ringan, dan daun dari setiap baling-balingnya cukup tebal.

Kedua:
Apabila memungkinkan pilih casing yang bagian prosesor dan kipasnya terlihat dari luar (transparan pada bagian tertentu). Sehingga apabila kipas berhenti berputar dapat terlihat dari luar.

Ketiga:
Bersihkan secara berkala baling-balik Heatsink Fan. Hal ini akan membuat kipas berputar dengan lancar dan tidak tersendat.

Keempat:
Setting “maximum heat” pada BIOS jangan lebih dari 60 derajat celcius. Hal ini akan mengantisipasi apabila panas terlalu tinggi, maka motherboard akan berhenti bekerja, sehingga user dapat mengetahui ada ketidak beresan pada komputernya, diharapkan hal ini dapat mendeteksi kerusakan lebih awal sebelum kerusakan yang lebih parah terjadi.

Kelima:
Masih berhubungan dengan point keempat, apabila saat digunakan komputer anda Freeze/Hang, mula-mula periksalah lebih dahulu Heatsink Fan. Cek apakah kipas berputar, cek juga apakah pengunci terpasang dengan baik sehingga aluminium pendingin menempel sempurna pada prosesor.
Jangan anda paksakan untuk merestart komputer berulang kali sebelum melakukan pengecekan heatsink.

Semoga bermanfaat...

HASIL COPAS (Copy Paste) di internet...